Kok Bisa? Minuman Coca Cola Dapat Sembuhkan Pasien Corona
BUALBUAL.com - Di tengah usaha tanpa lelah mencari vaksin untuk melawan pandemi virus Corona COVID-19, beberapa peneliti dan tim medis juga terus mencari jalan alternatif dalam penanganan pasien Corona. Salah satunya, formula mencampurkan sebuah obat dengan Coca Cola.
Seperti dilansir BGR, Kamis 11 Juni 2020, sebuah tim yang terdiri dari para penelita dan dokter di Inggris tengah melakukan riset bahwa penggunaan obat yang mengandung acalabrutinib mampu membantu dalam penanganan pasien.
Dari hasil tes tahap awal, diketahui jika obat yang mengandung acalabrutinib ternyata sangat membantu. Sebanyak 9 dari 11 pasien kritis yang diberikan obat dengan kandungan acalabrutinib tersebut kondisinya berangsur membaik setelah tiga hari. Bahkan tak lagi harus menggunakan ventilator untuk bernafas.
Tak hanya itu, dari hasil tes darah yang telah dilakukan, pemberian obat yang biasa diberikan pada pasien penderita kanker darah itu ternyata juga ikut membantu membentuk sistem kekebalan tubuh dan peningkatan oksigenasi. Ditambah efek samping yang relatif kecil.
Lalu apa fungsinya minuman soda Coca Cola? Seperti diketahui, obat yang mengandung acalabrutinib di pasaran hampir semuanya dalam bentuk kapsul. Baru perusahaan farmasi AstraZeneca yang kini menyediakan dalam bentuk cairan lewat produknya Calquence.
Masalah timbul saat akan memberikan obat dengan kandungan acalabrutinib tersebut pada pasien kritis yang tentu tak bisa menelan obat secara langsung. Belum ditambah dengan ketersediaan dan harga mahal dari Calquence.
Nah, untuk mengatasi hal itu, tim peneliti dan dokter berencana akan menguji melarutkan obat dengan kandungan acalabrutinib dalam cairan Coca Cola agar bisa diberikan pada pasien Corona yang dalam kondisi kritis. Selain tentu agar biaya pengobatan bisa lebih murah.
Diketahui bahwa minuman Coca Cola memiliki keasaman yang ideal untuk melarutkan obat. Dan kabarnya, mencampur obat dengan minuman soda termasuk Coca Cola ini juga telah dilakukan beberapa apoteker di Inggris.
Namun tentu saja kebenaran dari teori ini baru akan terjawab setelah para peneliti dan dokter di Inggris menyelesaikan tahap lanjutan penelitiannya atau fase 2. Terutama apakah tidak akan memberikan efek samping lainnya. Harapannya agar tidak justru menjadi bumerang. Tunggu saja!
Berita Lainnya
Akui Helikopter di Riau Disalahgunakan, BNPB Tak Mau Bayar Biaya Operasional
Vaksin Massal Sukses, Kedepan PT THIP Siapkan 7.500 Dosis untuk Vaksinasi Gotong Royong
LSP Pers Indonesia Jalani Proses Asesmen Penuh oleh BNSP
Mengenal Sosok Tuan Imam Besar Syekh Khalil bin Abdul Samad Ulama dan Mujahidin di Khairiah Mandah
Wah..Wah..!! 8.839 Mobil Plat Merah di Riau Nunggak Bayar Pajak
Bupati Inhu Telusuri Sungai Indragiri Hulu
Petugas BKSDA Musnahkan Empat Pondok Liar dan Tanaman Sawit di Rimbang Baling Kuansing Riau
Begini Penjelasan Manager ULP Tembilahan, Terkait 14 Desa di Inhil Belum Teraliri Listrik
Kondisi Riska Pemain Voly Sekolah Pascaamputasi, Harus Jalani Kemoterapi 6 Kali di Jakarta
BPS: Terima Kasih kepada 62.960 Penduduk Inhil yang Turut Mensukseskan SP Online 2020
Gelar Maulid Nabi dan Pemilihan, Fahrijal Terpilih Sebagi Ketua IKWM - Pekanbaru, Berikut Harapannya
DP3AP2KB Hadiri Kedatangan BPK RI. Dalam Rangka Persiapan Pemeriksaan Pendahuluan Upaya Pemda dalam Percepatan Penurunan Prevalensi Stunting