Soal Gubernur Jakarta Dipilih Presiden, PKS: Bahayakan Demokrasi dan Cita-cita Reformasi
BUALBUAL.com - Politisi PKS Hidayat Nur Wahid mengkritisi draft Rancangan Undang-undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) yang mengatur jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta bakal ditetapkan oleh Presiden RI.
Hal itu dinilainya sebagai bentuk kemunduran demokrasi dan merampas kedaulatan Rakyat.
“Ini jelas bentuk kemunduran demokrasi, serta merampas kedaulatan Rakyat yang dijamin oleh Pasal 1 ayat (2) UUD NRI 1945 dan pemilihan kepala daerah yang harus dilakukan secara demokratis dalam Pasal 18 ayat (4) UUD NR 1945," ujarnya di Jakarta, Rabu (06/12/2023).
"Itu juga bentuk diskriminasi karena di Provinsi-provinsi lain yang mempunyai keistimewaan/kekhususan seperti Aceh dan Papua, maka Gubernur dan Wagubnya tidak ada yang ditunjuk/diangkat oleh Presiden, semuanya dipilih langsung oleh Rakyat. Kecuali Daerah Istimewa Yogyakarta, itu pun juga Gubernur dan Wakilnya tidak ditunjuk atau diangkat oleh Presiden,” imbuhnya.
Ketentuan yang menyalahi Konstitusi itu tertuang dalam Pasal 10 ayat (2) RUU Daerah Khusus Provinsi Jakarta yang berbunyi, ‘Gubernur dan Wakil Gubernur ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD.’
Sekalipun demikian RUU DKJ itu telah disahkan menjadi usul inisiatif DPR (dan akan segera dibahas bersama pemerintah), walau ada penolakan dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Menurutnya, ketentuan itu bisa sangat membahayakan demokrasi dan cita-cita reformasi, karena ketentuan baru itu memberikan kewenangan yang sangat besar kepada Presiden dalam menunjuk atau mengangkat Gubernur dan Wakil Gubernur DK Jakarta. Walaupun ada ‘basa-basi’ disebutkan perlu memperhatikan usul dan pendapat DPRD, tetapi kewenangan mutlak itu tetap berada di Presiden.
“Ini membuka peluang yang bisa disalahgunakan apabila Presiden berperilaku nepotisme. Bisa saja nanti yang ditunjuk atau diangkat sebagai Gubernur Provinsi Jakarta adalah anaknya, menantunya, atau adik iparnya, dengan berjuta alasan dan beribu dalih,” kata dia.
Padahal, lanjutnya, momentum pembentukan RUU Provinsi Jakarta yang menggantikan UU No. 29 Tahun 2007 seharusnya digunakan untuk memperkuat kedaulatan rakyat, menghadirkan keadilan dan memajukan demokrasi di Jakarta dengan diberlakukannya peraturan perundang-undangan seperti di daerah-daerah khusus/istimewa lainnya.
“Salah satunya adalah mengatur agar Walikota dan Bupati yang ada di Jakarta tidak lagi dipilih/diangkat oleh Pemerintah, tapi dipilih langsung oleh Rakyat, sebagaimana yang diberlakukan di daerah khusus lainnya. Dan juga perlunya pemenuhan aturan Konstitusi dan kedaulatan Rakyat dengan pembentukan dan pemilihan anggota DPRD di tingkat Kota atau Kabupaten sebagaimana yang juga diberlakukan di provinsi-provinsi khusus/istimewa lainnya,” terang HNW.
HNW memang tidak memungkiri bahwa kehadirannya RUU Provinsi Jakarta ini merupakan amanat Undang – Undang Ibukota Negara (UU IKN) yang akan memindahkan ibukota.
“Walaupun proses perpindahan ibukota itu masih meragukan karena banyak investor yang mundur, bahkan menurut pengakuan Presiden Jokowi, hingga akhir November 2023 belum ada investor asing yang masuk ke IKN. Tapi terlepas dari itu semua, kehadiran RUU ini harusnya digunakan untuk memperkuat kedaulatan rakyat, menghadirkan keadilan dan memajukan demokrasi. Bukan malah Jakarta sudah diinginkan agar tidak jadi Ibukota NKRI, dan diberlakukan juga peraturan yang diskriminatif dan hak konstitusional Rakyat memilih Gubernur dan Wakil Gubernur yang selama era Reformasi mereka dapati, kini malah juga mau dihilangkan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan Jakarta II yang meliputi Jakarta Selatan, Jakarta Pusat dan Luar Negeri yang menyuarakan aspirasi konstituennya di Jakarta, juga mengkritik proses pembahasan RUU Provinsi Jakarta yang tergesa-gesa dan tidak melibatkan partisipasi publik secara memadai.
“Banyak stakeholders dan pemangku kepentingan, termasuk masyarakat Jakarta yang kaget dan tidak dilibatkan dalam pembahasan RUU ini,” tukasnya.
HNW juga mewanti-wanti agar Jangan sampai RUU ini seakan ingin kejar tayang, dengan mengabaikan kedaulatan rakyat Jakarta. RUU itu mestinya antara lain justru untuk memajukan demokrasi di Jakarta, agar rakyat di Jakarta mendapatkan keadilan agar seperti di daerah khusus lainnya, rakyat memilih langsung Gubernur, Walikota dan Bupati.
“Termasuk agar rakyat di Jakarta mempunyai Wakil Rakyat yang mewakili mereka bukan hanya di tingkat Provinsi saja, tapi juga memilih wakil mereka di tingkat kota dan kabupaten se-Provinsi Jakarta. Agar bila dikembalikan, maka Jakarta akan makin mantap sebagai Ibukota Indonesia,” pungkasnya.
Berita Lainnya
Setelah jadi Khatib Jumat, Calon Walikota Nomor 4 Ayah Kita Edy Nasution Silahturahmi dengan Pimpinan Pesantren Babussalam
Tokoh Pemuda Kepri Nilai Pernyataan dari Kamaruddin Ali Terlalu Tendensius
P4TEN Kampanye Keenam di Tuahmadani, Pandapotan: Pililah No 4 yang Tak Korupsi
Ikbal Sayuti Nyatakan Siap Maju di Pilkada Inhil 2023
SYAMSUAR: Kita Dukung dan Pilih Dulu Abdul Wahid Jadi Gubernur, Baru Minta Bantu
Temui Pembuat Belacan di Desa Tanjung Pasir, Ferryandi Dorong Pengembangan UMKM Lokal
PATEN, Alumni SMAN 1 Angkatan 80-an Bulat Dukung Pasangan Balon Walikota Edy Nasution-Dastryani Bibra
Pengamat Politik: Maju Jalur Independen, Istri Bupati Inhu Rezita Disebut Hanya Tes Ombak
Arus Bawah Gelar Talk Show Gesa Abdul Wahid, Kritik Tajam Panelis dab Aktivis Menguji Visi Paslon No. 1
Diterima Ketua Dispilkada PKB Riau, Balon Gubri Edy Natar Ambil Formulir Pertama
Diduga Langgar Netralitas Pemilu, Fokus Ornop Laporkan ASN Pemda Inhil Ke Bawslu
Rakercab ke-I Sekaligus Pelantikan Pengurus Repdem, BKN dan BBHAR Inhil