Begini Penjelasannya, Larangan Pegang Kemaluan dan Cebok dengan Tangan Kanan

BUALBUAL.com - Ada sejumlah larangan bagi umat Islam dalam hal bersuci. Salah satunya memegang kemaluan dan cebok dengan tangan kanan.
Hal ini disebutkan dalam Kitab Shahih Bukhari melalui riwayat yang berasal dari Abu Qatadah RA. Rasulullah SAW bersabda,
"Bila seseorang minum, maka jangan bernapas di tempat air yang diminum, dan jika kencing maka jangan memegang kemaluannya dengan tangan kanan, juga jangan cebok dengan tangan kanan."
Imam Bukhari mengeluarkan hadits tersebut pada Kitab ke-4, Kitab Wudhu bab ke-18, bab larangan membersihkan bekas buang air dengan tangan kanan. Imam Muslim turut mengeluarkan hadits serupa dalam Kitab Shahih-nya.
Dalam riwayat lain disebutkan,
إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمُ الْخَلَاءَ فَلَا يَمَسَّ ذَكَرَهُ بِيَمِينِهِ
Artinya: "Jika kalian masuk ke tempat buang hajat, maka jangan menyentuh kemaluannya dengan tangan kanannya." (HR Muslim)
Larangan cebok menggunakan tangan kanan ini turut dijelaskan Syaikh Abdurrazaq bin Abdul Muhsin Al-Badr dalam Kitab adz-Dzikru wa ad-Du`a` fi Dhau`il Kitab wa as-Sunnah dengan bersandar pada Shahih Muslim dari Salman al Farisi, dia berkata,
"Dikatakan kepadanya, 'Sungguh nabi kamu telah mengajarkan kepada kamu segala sesuatu hingga tata cara buang hajat.' Maka beliau berkata, 'Tentu, sungguh beliau telah melarang kami menghadap kiblat ketika buang air besar atau kencing, atau istinja menggunakan tangan kanan, atau istinja menggunakan kurang dari tiga batu, atau istinja menggunakan kotoran atau tulang."
Adapun, yang disunnahkan dan yang lebih utama dalam hal ini adalah cebok menggunakan air. Sebagaimana dikatakan Anas bin Malik RA, "Jika Nabi SAW keluar untuk buang air, maka aku bawakan tempat air untuk menyuci (bersuci)." (HR Bukhari)
Anas bin Malik RA juga meriwayatkan, "Ketika Nabi SAW masuk WC, maka aku dan kawanku membawakan tempat air untuk cebok dan membawakan tongkatnya juga." (HR Bukhari)
Dua hadits tentang sunnah dalam bersuci tersebut dinilai shahih.
Hukum Cebok atau Istinja
Bersuci setelah buang hajat dalam istilah fikih dikenal dengan istinja. Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi mengatakan dalam Kitab Al-Fiqhu Ala Madzaahib Al Arbaah, hukum istinja adalah fardhu kifayah. Sementara itu, ulama hanafiyah menyebut hukum istinja adalah sunnah muakkadah.
Secara umum istinja dapat dilakukan menggunakan air atau batu. Dalam istilah fikih, istinja dengan batu sering disebut istijmar.
Hal penting yang dilakukan sebelum istinja adalah memperhatikan adab buang hajat. Di antara sunnah buang hajat adalah tidak membuka pakaiannya hingga hampir menyentuh tanah. Sebagaimana dikatakan Ibnu Umar RA,
"Sesungguhnya Nabi SAW biasa apabila hendak buang hajat maka beliau SAW tidak menyingkap pakaiannya hingga telah dekat ke tanah." (HR Abu Dawud)
Berita Lainnya
Ustadz Abdul Somad Resmikan Yayasan Gema Abdi Nusa Belantaraya Inhil
Sholat Idul Adha di Masjid Al-Fakhri, Tonggak Sejarah Baru Polres Inhu
MUI Riau: Keputusan Pemerintah Soal Haji 2020 Sudah Tepat
Natal PGPI Inhu Pemkab Inhu Ucapkan Selamat Natal
Surau Baitussalam Tembilahan Rutin Laksanakan Kajian Subuh
Jum'at Barokah, Ratusan Anak Yatim Terima Santunan Dari Masjid Arafah Duri
Kini Akad Nikah Kembali Bisa Dilakukan di Rumah Calon Pengantin
Dihadiri Bupati Bengkalis Kasmarni, Pengurus LPPD Kabupaten Bengkalis Resmi Dilantik
SK KPZ Bengkalis Telah Diteken Ketua Laznas DDII Prov.Riau, Diharapkan Mulai Bekerja
Ketua PCNU Siak Dukung Mekanisme Musyawarah Mufakat pada Muktamar NU ke 34
Masjid H Soegianto di Perbatasan Inhu-Inhil Dibangun dengan Pondasi Toleransi
Hukum Menggunakan Masker saat Sholat!