PILIHAN
Ditanya Apa Kasus Ahok Penuhi Unsur Penistaan Agama? ini Jawaban Mengejutkan Otto Hasibuan

Bualbual.com - Pakar Hukum Pidana, Otto Hasibuan menilai proses hukum dugaan penistaan agama yang menyeret Calon Gubernur Petahana DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) berlangsung super cepat, mulai dari proses penyelidikan hingga P21 tidak lazim, sehingga masyarakat harus mengawal kasus ini.
"Meski tidak ada yang salah, percepatan proses hukum kasus ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Ini tidak biasanya. Namun bagaimanapun, memang tidak bisa dihindari, nuansa politis dalam kasus Ahok ini sangat kental sekali. Apalagi ini mencuat disela-sela masa kampanye Pilkada DKI Jakarta," ujarnya di Jakarta, Minggu (4/12).
Menurut Otto, berdasarkan kaidah hukum normal, percepatan penuntasan kasus ini oleh polisi dan jaksa dengan membawa ke pengadilan tidak pernah terjadi sebelumnya.
Meskipun tidak ada yang dilanggar, pengacara Jesica ini enggan berspekulasi soal motifnya.
Sebelumnya Kejaksaan Agung memutuskan dan menyatakan bahwa perkara tersangka Ahok, telah ditanyakan P21.
Artinya administrasi penanganan perkara oleh jajaran Pidana Umum Kejaksaan menyatakan berkas perkara hasil penyidikan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri telah memenuhi syarat untuk dibawa ke pengadilan secara formal dan material.
Untuk itu, Otto menegaskan, masyarakat wajib mengawal kasus Ahok ini.
Hal ini penting agar prosesnya on the track.
"Apakah ada intervensi politik dalam kasus ini, nanti kita bisa lihat dalam putusan hakim yang sebenarnya. Kalau didalam proses acaranya, mulai proses penyidikan yang cepat hingga P21 yang super cepat, ini mungkin karena situasi yang kurang kondusif dalam masyarakat. Artinya, sebagai warga negara bisa memakluminya. Tetapi, tetap pertimbangan hukum mesti dikedepankan," tambahnya lagi.
Otto mengatakan yang paling utama dari kasus Ahok ini adalah memastikan proses persidangan berjalan merdeka tanpa intervensi.
Demikian juga saat majelis hakim membacakan putusannya, harus dijaga agar putusan itu mencerminkan rasa keadilan.
Dia berharap agar hukum ditegakkan sebaik-baiknya dalam kasus Ahok ini agar jangan sampai proses pengadilan salah dalam mengadili perkara.
Untuk itu, tidak boleh ada intervensi dari siapapun.
"Putusan hakim harus seadil-adilnya mencerminkan wakil Tuhan dibumi," tuturnya.
Namun dia optimis lembaga peradilan di Indonesia masih menjadi rumah yang aman bagi pencari keadilan.
Meskipun dalam beberapa kasus, pengadilan justru menjadi palu godam bagi pencari keadilan.
"Soal percaya atau tidak percaya dengan dunia hukum di Indonesia, mau tidak mau harus dihadapi. Kita tidak menutup mata, ada peradilan yang baik, ada yang tidak baik, ada hakim yang baik, ada pula yang tidak baik. Demikian juga dengan pengacara, ada yang baik dan ada pula yang tidak baik," jelasnya.
"Ada jaksa, hakim dan pengacara yang korupsi, ada juga yang tidak," tuturnya.
Ketika ditanya, apakah kasus Ahok ini sudah memenuhi unsur penistaan agama?
Otto mengatakan tudingan penistaan ini tidak hanya bisa dinilai dari kata per kata.
Tetapi harus dilihat secara utuh konteksnya.
Dia menambahkan mengingat ini sudah masuk materi perkara, maka sulit memberikan pendapat dalam kasus ini.
Apalagi sudah ada bukti, saksi fakta dan saksi ahli.
"Kebetulan saya tidak punya bukti materi dan tidak mempelajari langsung bukti-bukti tersebut. Apakah memenuhi unsur penistaan atau tidak, hanya majelis hakim di pengadilan yang akan menilai," imbuhnya.
Sementara itu, terkait dengan bantuan pendampingan 1000 pengacara Peradi mendampingi Ahok, dia mengatakan tim advokasi Peradi ini tidak khusus disiapkan untuk menangani kasus tersebut.
Tetapi tim ini disiapkan untuk membantu seluruh anak bangsa yang mengilkuti kontestasi pilkada untuk melakukan pendampingan hukum agar para calon kepala daerah tidak menjadi korban kriminalisasi.
Dalam rangka menegakan supremasi hukum, pihak yang tergabung dalam asosiasi ini siap melakukan pendampingan hukum.
Namun tidak khusus membela kasus Ahok, melainkan siapapun jangan sampai dikriminalisasi dalam kasus-kasus tertentu hanya karena untuk menjegal seseorang menjadi kepala daerah.
editor : BB.C/tribunnews.com
Berita Lainnya
SK Penunjukan Sekdaprov Riau Masih Nyangkut di Pusat
Persepsi: Lembaga Survei Siap Diaudit, Tak Terima Disebut Penyebar Hoax
Tembilahan Hulu Bedah Rumah Warga Tidak Mampu 'Aksi Peduli Polri'
Polisi Gali Motif RM dan RB Serang Novel dengan Air Keras
HM Wardan
Ternyata !! Selain Kibarkan Bendera RRC, Pekerja China Juga Pasang Plang Nama Jalan Beijing & Shanghai di Sulteng
Riau Urutan 11 Nasional, Ada 5.859 Kasus HIV/AIDS
Kalahkan Malaysia,Timnas U-16 Indonesia Melaju ke Final
Dituding Rusak Baliho dan Bendera Demokrat, Kapitra Laporkan SBY ke Polda Riau
KPK Duga Sebelum KONI Ajukan Dana Hibah Ada Kesepakatan!
Dibuka Juli, Ini Bocoran Jenis Soal Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) Tes CPNS 2018
ISEI, Bank Indonesia dan Pemprov Riau Gelar Bedah APBD Provinsi Riau 2019