PILIHAN
Polisi Intimidasi dan Pukuli Jurnalis Saat Liput Aksi Mahasiswa di DPR
BUALBUAL.com - Empat orang jurnalis menjadi korban kekerasan aparatkepolisian saat meliput demonstrasi mahasiswa dan kelompok masyarakat sipil di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (24/9). Mereka dipukuli, ditendangi, serta diintimidasi polisi hingga mengalami luka-luka dan trauma.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta mencatat sedikitnya ada empat jurnalis yang menjadi korban kekerasan polisi. Tindakan represif aparat terjadi ketika wartawan merekam aksi kekerasan polisi terhadap massa aksi.
Salah satu korban yaitu jurnalis IDN Times, Vanny El Rahman. Dia dipukul dan diminta menghapus foto dan video rekamannya terkait kekerasan yang dilakukan polisi terhadap demonstran di sekitar flyover Slipi, Jakarta.
Korban lainnya, jurnalis Katadata Tri Kurnia Yunianto. Tri dikeroyok, dipukul dan ditendangi oleh aparat dari kesatuan Brimob Polri.
Kurnia telah mengaku sebagai wartawan dan menunjukkan ID Pers yang menggantung di leher. Dia menjelaskan saat itu sedang melakukan liputan. Namun pelaku kekerasan tidak menghiraukan dan tetap melakukan penganiayaan.
Selain itu, polisi juga merampas ponsel Kurnia dan menghapus video yang terakhir kali direkam. Video itu memuat rekaman polisi saat membubarkan massa dengan menembakkan gas air mata.
Korban ketiga, yaitu jurnalis Kompascom, Nibras Nada Nailufar. Ia mengalami intimidasi saat merekam perilaku polisi yang melakukan kekerasan terhadap seorang warga di kawasan Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Selasa malam.
Dalam peristiwa ini, polisi melarang korban merekam gambar dan memaksanya menghapus rekaman video kekerasan. Nibras bahkan nyaris dipukul oleh seorang polisi.
Kekerasan juga dialami jurnalis Metro TV, Febrian Ahmad oleh massa yang tidak diketahui asalnya. Mobil yang ditumpangi Febrian saat meliput wilayah Senayan dipukuli dan dirusak massa hingga semua kaca mobil Metro TV pecah.
Atas peristiwa ini, AJI Jakarta mengutuk keras segala bentuk kekerasan yang dilakukan kepada jurnalis. Baik yang dilakukan aparat kepolisian maupun massa.
Ketua AJI Jakarta Asnil Bambani menilai kekerasan yang dilakukan polisi maupun massa merupakan tindakan pidana sebagaimana diatur UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.
Dalam Pasal 18 Ayat 1 disebutkan, setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi kerja pers, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda sebanyak Rp 500 juta.
Dalam bekerja, jurnalis memiliki hak untuk mencari, menerima, mengelola, dan menyampaikan informasi sebagaimana dijamin secara tegas dalam Pasal 4 ayat (3).
"Kami mendesak Kepolisian menangkap pelaku kekerasan terhadap jurnalis saat meliput, baik yang melibatkan anggotanya dan sekelompok warga, apalagi kekerasan yang dilakukan anggota Polri tersebut terekam jelas dalam video-video yang dimiliki jurnalis," kata Asnil melalui keterangan tertulis.
Dia menegaskan, semua pelaku kekerasan terhadap jurnalis harus diproses hukum untuk diadili hingga ke pengadilan.
Selain itu, pihaknya juga mengimbau masyarakat agar tidak melakukan kekerasan terhadap jurnalis saat liputan, sebab jurnalis dalam menjalankan tugasnya dilindungi UU Pers.
Hingga kini, AJI Jakarta terus melakukan verifikasi kekerasan yang dialami sejumlah jurnalis saat meliput aksi mahasiswa. Tak menutup kemungkinan masih ada jurnalis lain mengalami kekerasan saat liputan.
"Kami mengimbau perusahaan media mengutamakan keamanan dan keselamatan jurnalisnya saat meliput aksi massa yang berpotensi ricuh, serta aktif membela wartawannya termasuk melaporkan kasus kekerasannya ke kepolisian," ujarnya.
AJI juga mendesak Dewan Pers terlibat aktif menyelesaikan kasus kekerasan terhadap jurnalis yang terjadi sepanjang aksi tanggal 24 September, maupun kekerasan terhadap jurnalis yang terjadi pada waktu sebelumnya.
Puluhan ribu mahasiswa dan aliansi masyarakat sipil menggelar aksi demonstrasi di depan gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa 24 September 2019.
Mereka menuntut pemerintah dan DPR mencabut pasal-pasal bermasalah di RKUHP dan menolak pelemahan KPK, serta membatalkan RUU bermasalah lainnya seperti RUU Pertanahan dan RUU Ketenagakerjaan. Aksi yang dilakukan mahasiswa di depan Gedung DPR tersebut kemudian berujung ricuh.
Sumber: cnnindonesia
Berita Lainnya
Seperti Dagang Seafood, Ada Kode Suap Ikan-Kepiting di OTT Gubernur Kepri
Kapolres Kota Dumai Sambut Baik Sejumlah Komitmen Masyarakat
Untuk Melakukan Verifikasi Pemilu 2019 KPU Panwaslu Datang di Kantor DPC PKB Inhil
Lion Air Pasrah, Ikuti Apapun Keputusan Kemenhub
PDAM Tirta Indragiri Dapat Suntikan Dana Rp.25 Milyar Melalui World Bank
Titik Api Terdeteksi di Bengkalis dan Rohil
Momen Ulangan Pilpres 2014, Sujud dan Klaim Prabowo Menang
Persebaya Surabaya Tuntut Keadilan Pasca Dibatalkannya Laga
Gempar!!! Belasan Orang di Mentawai Kesurupan, Polisi Amankan Pria Tertuduh Pelaku Santet
Update Covid-19, Jumlah ODP di Inhil Naik Signifikan Menjadi 1278 Orang
Tim Putri Indonesia Masuk Grup Neraka pada Kualifikasi Piala Uber