Diperlukan Peran Semua Pihak Wujudkan Hak Anak Untuk Dilindungi di Ruang Digital

BUALBUAL.com - Direktur Eksekutif Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK), Nisa Felicia mengatakan bahwa diperlukan peran semua pihak dalam mewujudkan hak anak untuk dilindungi di ruang digital.
"Diperlukan upaya sistemik agar setiap anak Indonesia terpenuhi hak-haknya baik untuk mengakses informasi, pendidikan, dan yang juga sangat mendasar atau hak untuk dilindungi," katanya dalam bimbingan teknis ASN Melek Digital Penguatan Peran Komunikasi Publik Implementasi PP TUNAS 17 Tahun 2025 yang dihadiri oleh ASN dinas komunikasi dan informasi daerah dan lainnya secara virtual, disiarkan melalui YouTube Ditjen Komunikasi Publik, Kamis (22/5/25).
Nisa Felicia mengungkapkan, peran pemerintah dalam mewujudkan ruang digital yang aman bagi anak yakni dengan mengintegrasikan layanan untuk perlindungan anak, pengawasan perlindungan anak.
Kemudian, institusi Pendidikan mengatur pemanfaatan gawai dan penguatan literasi digital, institusi kesehatan menyediakan layanan edukasi dan rehabilitasi dampak dari risiko yang dialami anak.
Sedangkan peran Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) akuntabel dalam memastikan produk, layanan, dan fitur yang akan digunakan anak sudah efektif melindungi anak.
"Peran orangtua memilih produk, layanan, fitur yang sesuai untuk anak dan memantau penggunaannya, serta peran masyarakat mengedukasi anak, orangtua/wali," ujar dia.
Direktur Eksekutif PSPK ini menambahkan, berdasarkan kategori usia, berikut ini usia kesiapan yang aman bagi anak di ruang digital beserta karakteristiknya.
Diantaranya, rentang usia 3-6 tahun anak mulai bisa membayangkan sesuatu tanpa melihat langsung, tetapi masih sulit melihat dan membayangkan suatu hal dari lebih dari satu sisi yang berbeda.
Sehingga pada usia ini diperlukan pengawasan ketat karena belum mampu, menyaring informasi, dan anak rentan terhadap konten yang berdampak emosional.
Untuk usia 7-12 tahun, anak mulai bisa berpikir logis untuk hal-hal nyata, mampu menghitung, mengelompokkan, dan mengikuti instruksi bertahap.
"Usia ini masih butuh bimbingan karena belum bisa menilai konsekuensi jangka panjang dari informasi digital yang mereka dapatkan," lanjutnya.
Lebih lanjut Nisa Felicia menambahkan, untuk usia 13-15 tahun anak mulai mampu berpikir abstrak dan membangun hipotesis, namun sering mengambil keputusan cepat karena kemampuan regulasi emosi belum matang.
Sehingga anak usia ini rentan terhadap misinformasi dan keputusan impulsif dan perlu pendampingan dan literasi digital secara aktif.
Sedangkan untuk anak usia 16-17 tahun karakteristiknya sudah bisa berpikir abstrak dan mempertimbangkan berbagai sudut pandang, akan tetapi rentan terhadap tekanan sosial dan emosi masih mendominasi.
"Usia ini anak cenderung impulsif dalam berbagi dan berekspresi terutama di digital, sehingga butuh literasi digital yang menekankan kontrol diri," tutupnya.
Berita Lainnya
Pertama Dalam Sejarah, Riau Peringkat 3 Nasional Realisasi Investasi Triwulan I 2022
Penyelesaian Ganti Rugi Lahan Jalan Tol Permai akan Diusulkan ke Ratas Presiden
Konferensi Kerja, Ketua PGRI Riau sebut Gubernur Syamsuar Pemimpin yang Peduli pada Guru
Kadis Sosial Himbau Anggota Tim TAGANA Jaga Keselamatan Diri Saat Bertugas
Bupati Bengkalis Kasmarni Ajak Masyarakat Tingkatkan Rasa Persatuan dan Persaudaraan
Safari Ramadhan Sambangi Warga Rupat, Bupati Kasmarni Serahkan Sejumlah Bantuan
Gubernur Tutup Rangkaian HUT RI ke-77 Tingkat Provinsi Kepri dengan Ramah Tamah dan Panggung Hiburan
Turun ke Pekanbaru, Tim Kemen PAN-RB Kaji Standarisasi Layanan MPP
Di Tahun 2020, BPN Inhil Telah Bagikan 4.500 Sertifikat Tanah kepada Masyarakat
DPRD Lingga Setujui Ranperda RP3KP
Sudah 52 Ribu Lebih Sertifikat Tanah Diserahkan di Riau Pada 2020
HM Wardan Hadiri Sosialisasi Pedoman Penyusunan APBD 2021, Ada 7 Prioritas Pembangunan