Peta Hindia Belanda, Rencana Jaringan Rel Kereta Api dari Muaro Sijunjung ke Kota Tembilahan

BUALBUAL.com - Peta Hindia Belanda tahun 1928 yang bertajuk Verkeers en Overzichtskaart Van Het Eiland Sumatra (Peta Lalu Lintas dan Ikhtisar Pulau Sumatra) terlihat dua garis panjang hitam beruas-ruas.
Ternyata garis itu merupakan Staatsspoor en Tramwegen in studie atau jaringan rel kereta api dan trem yang dalam kajian (studi). Salah satunya terdapat garis yang panjang rencana jaringan rel kereta api dari Muaro Sijunjung (Sumatra Barat) hingga ke seberang Kota Tembilahan.
Informasi dan garis dalam peta tersebut ternyata bukan semata garis khayalan walaupun kelak tidak menjadi kenyataan.
Pada buku yang berjudul HET OMBILIN - KOLENVELD IN DE PADANGSCHE BOVENLANDEN EN HET TRANSPORSTELSEL yang terbit di Batavia 1907 memuat informasi sejenis laporan akhir studi kelayakan tentang rencana pengangkutan batu bara yang dihasilkan dari daerah di Sumatra Barat menuju ke Tembilahan. Laporan tersebut dibuat di Fort de Kock (Bukittinggi) tanggal 15 Juli 1870 oleh W.H. De Greve selaku Insinyur Utama Pantai Barat Sumatra.
Pada masa itu diperlukan investasi hampir 16 juta gulden untuk membangun rangkaian rel kereta dan fasilitas pendukung lainnya sehingga batu bara dapat ekspor langsung ke Singapura dan China.
Tulisan S.A. Reitsma berjudul DE STAATSSPOORWEG TER SUMATRA'S WESTKUST (SSS) yang terbit dalam bulettin SPOOR-EN TRAMWAGEN tanggal 25 September 1943 memberikan informasi bahwa panjang jaringan rel kereta api dari Muaro menuju Tembilahan 307 KM.
Diperlukan biaya pada saat itu hampir 54,5 juta gulden termasuk penambahan jaringan rel kereta api 30 KM menuju Air Molek. Dengan masa konstruksi 6 tahun.
Menurut Kepala Dinas Pariwisata Kepemudaan Olahraga dan Kebudayaan (Disparporabud) Kabupaten Indragiri Hilir, Junaidy bin Ismail Abdullah mengatakan, rencana ini merupakan kajian yang sangat menarik karena dijelaskan dari beberapa alternatif moda angkutan darat dari Pantai Barat menuju Pantai Timur Sumatra, jaringan kereta api menuju sungai Indragiri lebih layak untuk dipertimbangkan.
"Jaringan ini akan terkoneksi dengan jaringan angkutan laut di muara Sungai Indragiri sehingga batu bara dapat langsung diekspor berbagai negara," tulis Jon Koteng sapaan akrabnya pada beranda Facebook, Jumat (23/04).
Junaidy bin Ismail Abdullah, yang lahir di tepian Sungai Igal pernah tinggal di tepian Sungai Pelanduk, Gangsal, Reteh, Ibu Mandah, Sapat Dalam. Masa ini bermukim antara Parit 14 dan Parit 15 Tembilahan di tepian Sungai Indragiri.
Berita Lainnya
Menelusuri Jejak Sejarah dan Budaya Desa Bekawan dalam Bayang Datuk Kelambai: Antara Legenda dan Tradisi Laut yang Tak Lekang Waktu
Ismail Suko, Gubernur Riau 'De facto' Menantu Rusli Zainal Gubri Sang Visioner, Septina Pecahkan Rekor Sejarah Riau
Asal Usul Nama 'Sapat' Indragiri Hilir Riau
Asal Usul Nama Desa Bangun Harjo Jaya: Warisan Jawa di Tanah Melayu Pulau Burung Indragiri Hilir
Jejak Desa Igal: Sejarah Tak Tertulis dari Tanah Kelapa dan Air Pasang
Stand Up Comedy Melayu Riau, Celoteh Yong Dolah Pokoknya Mewah-mewah
Meretas Jalan di Tanah Gambut: Kisah Awal Desa Beringin Jaya Kecamatan Pulau Burung Indragiri Hilir
Mengenal Desa Belaras: Potret Kemajuan dari Pesisir Mandah
Cahaya Baru: Desa yang Tidak Dilahirkan, Tapi Diperjuangkan
Yuk Kita Mengenal Lebih dalam tentang Thailand, Negara Asean yang Tidak Pernah Dijajah
Sejarah dan Asal-usul Pembentukan Desa Manunggal Jaya, Kecamatan Pulau Burung, Kabupaten Indragiri Hilir, Riau
Singapura Pernah Menjadi Bagian dari Kerajaan Sriwijaya, Sebuah Negara kecil Kini Menjadi Negara Paling Maju di Asia