Menyingkap Budaya Korupsi di Indonesia, Dari Zaman Kerajaan Hingga Era Modern
.png)
BUALBUAL.com - Indonesia adalah negara yang indah dengan kekayaan alam yang melimpah. Negara ini memiliki berbagai sumber daya yang menjadi primadona di panggung dunia. Sumber daya tersebut tidak hanya memiliki nilai ekonomi yang tinggi, tetapi juga berperan penting dalam berbagai industri global.
Seperti yang kita ketahui, Indonesia kaya akan berbagai jenis mineral dan logam, seperti nikel, tembaga, emas, perak, timah, bauksit, dan batu bara. Selain itu, negara ini juga memiliki cadangan minyak bumi dan gas alam yang cukup besar. Meskipun produksi minyak bumi Indonesia tidak lagi sebesar beberapa tahun lalu, minyak dan gas bumi tetap menjadi komoditas ekspor yang penting. Indonesia juga memiliki potensi panas bumi yang besar, yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif yang ramah lingkungan.
Paradoks Kemiskinan dan Korupsi
Dilihat dari sudut manapun, Indonesia seharusnya sudah menjadi negara maju dengan rakyat yang hidup sejahtera. Namun, kenyataannya sebagian besar masyarakat Indonesia masih hidup dalam kemiskinan. Salah satu penyebab utamanya adalah tindakan korupsi yang dilakukan oleh segelintir orang yang memiliki kekuasaan.
Lalu, benarkah di Indonesia perilaku korupsi sudah menjadi budaya yang sudah ada sejak zaman dahulu? Apa yang pertama kali terlintas di kepala kalian ketika mendengar kata "korupsi"? Korupsi adalah tindakan penyalahgunaan kekuasaan atau jabatan untuk keuntungan pribadi atau kelompok tertentu. Tindakan ini melibatkan unsur penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara, perusahaan, atau organisasi untuk kepentingan yang tidak sah.
Definisi lain dari korupsi disampaikan oleh World Bank pada tahun 2000, yaitu “penyalahgunaan kekuasaan publik untuk keuntungan pribadi.” Definisi ini menjadi standar internasional dalam merumuskan korupsi. Kata "korupsi" sendiri berasal dari bahasa Latin corruptio, yang berarti kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, dan penyimpangan dari kesucian. Kata ini kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia melalui bahasa Belanda, yaitu corruptie.
Fakta dan Data Korupsi Indonesia
Saat ini, korupsi menjadi persoalan serius bagi setiap negara di dunia, termasuk Indonesia. Pada tahun 2024 lalu, jaringan global anti-korupsi Transparency International merilis Indeks Persepsi Korupsi (IPK) di 180 negara. Survei ini memberikan masing-masing negara skor dari 0 (sangat korup) hingga 100 (sangat bersih). Berdasarkan data tersebut, Indonesia berada di urutan ke-99 dari 180 negara dengan skor IPK 37, naik dari peringkat 115 pada tahun 2023.
Namun, jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, peringkat IPK Indonesia masih jauh di bawah negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Vietnam, dan bahkan Timor Leste. Singapura berada di peringkat teratas di ASEAN dengan skor IPK 84 (peringkat ke-3 di dunia). Malaysia memiliki skor 50, Timor Leste 44, dan Vietnam 40.
Budaya Korupsi: Warisan Sejak Lama?
Lalu, benarkah korupsi sudah menjadi budaya di Indonesia? Dan pantaskah budaya ini tetap dilestarikan?
Budaya korupsi di Indonesia sering menjadi topik perdebatan di kalangan masyarakat. Beberapa ahli mengatakan bahwa budaya korupsi di Indonesia diwariskan sejak zaman penjajahan Belanda. Pada masa kolonial, praktik korupsi terjadi ketika sistem feodal dan nepotisme diterapkan. Belanda memperkenalkan praktik pungutan liar dan suap yang dilakukan oleh pegawai pemerintah kolonial maupun penguasa lokal. Sistem birokrasi Belanda juga membuka banyak peluang untuk korupsi dan nepotisme.
Hal ini pernah diungkapkan oleh Subkoordinator Pusat Studi Arsip Pemberantasan Korupsi, Dharwis Yacob. Menurutnya, kasus korupsi di Indonesia sudah ada sejak era VOC, yang terlihat dari laporan VOC tentang korupsi di berbagai daerah, baik yang dilakukan oleh bupati maupun pejabat pemerintahan kolonial Belanda.
Selain teori tersebut, ada juga pandangan bahwa praktik korupsi sudah ada sejak zaman kerajaan-kerajaan Nusantara, jauh sebelum kedatangan Belanda. Dikutip dari laman aclc.kpk.go.id, perilaku korupsi sudah muncul pada masa kerajaan dalam bentuk pungutan pajak atau upeti yang memberatkan rakyat. Para penguasa kerajaan sering menyalahgunakan wewenang mereka untuk memperkaya diri.
Meskipun praktik korupsi sudah ada sebelum kedatangan Belanda, pada masa penjajahan Belanda, praktik tersebut menjadi lebih terstruktur dan sistematis. Thomas Stamford Raffles dalam bukunya History of Java juga menuliskan bahwa bangsawan gemar menumpuk harta dan abdi dalem berperilaku oportunis, sering melakukan korupsi dalam mengambil upeti dari rakyat.
Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Djoko Marihandono, dalam paper “Daendels Effort to Abolish Corruption” (2006), menjelaskan bagaimana Gubernur Jenderal Daendels berusaha mengawasi korupsi produk agraris di Jawa. Daendels menetapkan aturan ketat untuk mencegah pengurangan komoditas yang diserahkan petani ke gudang pusat, yang sebelumnya kerap dikorupsi oleh para pejabat.
Korupsi Setelah Kemerdekaan
Setelah Indonesia merdeka, praktik korupsi tetap terjadi. Era Orde Lama yang dipimpin Presiden Soekarno (1945–1966) ditandai dengan tantangan politik, ekonomi, dan sosial. Meskipun semangat anti-korupsi digaungkan, praktik korupsi justru berkembang. Pada 1957, Soekarno membentuk Panitia Retooling Aparatur Negara (PARAN) untuk membersihkan birokrasi, tetapi kinerjanya tidak efektif. Pada 1963, dibentuk KOTRAR (Komando Tertinggi Retooling Aparatur Revolusi), namun lembaga ini juga tidak berjalan baik karena korupsi sudah merasuk ke dalam sistem pemerintahan.
Budaya korupsi masih terus berlangsung hingga kini. Data dari Indonesia Corruption Watch (ICW) menunjukkan bahwa sepanjang 2013 hingga 2022, total kerugian negara akibat korupsi mencapai Rp238,14 triliun. Ini adalah persoalan serius yang sudah berlangsung lama.
Lalu, pantaskah budaya korupsi ini untuk tetap dilestarikan? Tentu tidak! Korupsi adalah tindakan tercela yang merugikan bangsa dan rakyat.
Terima kasih sudah membaca! Tonton versi Sumber video Klik Disin
Berita Lainnya
Mengenal Lebih Dekat Kabupaten Natuna Kepulauan Riau, Mengapa China ingin Mengakuinya?
Cucu-cicit Harus Tahu! Sumpah Setia Melayu dan Bugis Tahun 1691
Mengenal Namanya Pulau Burung: Dari Pulau Kecil Berisi Burung Menjadi Sentra Kelapa Nasional
Luksemburg Negara Paling Kecil, Tapi Gaji Paling Tertinggi di Dunia
Warga Indonesia Wajib Tahu! 44 Fakta Sejarah Singkat Tentang Indonesia
Mari Kita Membaca Cerita Rakyat Riau, Sutan Nan Garang jo si Rantai Omeh
Mengenal Alat Musik Kelintang Melayu Timur Suku Iranun di Reteh Indragiri Hilir Riau
Mengapa Pulau Jawa menjadi Pulau dengan Penduduk terbanyak di Didunia? Berikut Ini Penjelasannya
Mengapa Aceh Memiliki Status Daerah Istimewa? Ini Sejarah dan Faktanya
Kenapa Tunjuk Ajar Melayu Dianggap Warisan Tak Benda yang Berharga?
Mari Kita Membaca Cerita Rakyat Riau, Sutan Nan Garang jo si Rantai Omeh
Sejarah Rumah Dinas Amir Enok, Contrelleur Kolonial Belanda di Indragiri Hilir